Googgle Translate

Rabu, 03 November 2010

Mitos Menggunakan Format RAW

Fotografi terkesan sederhana dan mudah, semua kamera digital bisa menghasilkan gambar bagus dan menarik, bahkan kalo terjadi kesalahan ternyata tidak terlalu sulit untuk memotret ulang. Memang terlihat mudah ya, tapi sebenarnya banyak hal yang mesti dikuasai, terutama pengenalan terhadap teknik fotografi itu sendiri dan juga penguasaan teknis terhadap alat yang digunakan, terutama kameranya.
Suatu saat saya pernah berjumpa dengan seorang fotografer yang sudah malang melintang di dunia model dengan berbagai kegiatan aktif pada komunitas fotografi. Rasanya tidak pantas kalo saya menilai kemampuan mereka dibandingkan kemampuan saya sendiri. Oleh karenanya saya coba-coba meminjam kamera fotografer tersebut sambil “mengintip” setting teknis kamera yang digunakannya.
Syukurnya beliau dengan senang hati memberikan kameranya dan saya berkesempatan melihat hasil-hasil pemotretan dan berbagai setting yang digunakan. Ini beberapa setting yang saya perhatikan sangat disukai oleh rekan fotografer ini:

1. Whitebalance :  manual menggunakan derajat kelvin dengan warna kekuningan.
2. Setting manual untuk aperture dan speed.
3. Beberapa setting lain tidak sempat saya perhatikan, namun jelas dari gaya dan kesukaannya memotret model (liputan) saya melihat banyak diantara foto-foto yang dihasilkan di simpan dalam format RAW.
Pada awalnya saya mencoba memahami pilihan setting tersebut, sambil mencoba menggunakan kameranya untuk memotret beberapa benda di sekitar saya. Apa yang paling menarik adalah, bahwa ternyata kesukaan seorang fotografer dalam memilih setting kameranya menentukan karakter foto yang di hasilkan, karena hampir semua foto-foto yang diperoleh ternyata banyak terjadi over-exposure, sehingga saya sempat bertanya, kenapa hal tersebut dilakukan, bukannya memilih posisi under-exposure sedikit supaya detil yang diperoleh tidak wash-out oleh sinar lampu yang cenderung kuning.
Jawaban yang saya dapatkan sunguh meyakinkan karena ternyata dengan menggunakan RAW file, semua kondisi over dapat segera di setting ulang pada komposisi eksposure yang lebih sesuai, dan semua warna yang dianggap salah dapat juga di koreksi lagi.
Sampai disini ada kesan kesalahpahaman yang cenderung menjadi mitos bahwa penggunaan format RAW, membuat seorang fotografer begitu yakin bahwa hasil fotonya akan dengan mudah dikoreksi secara detil untuk mendapatkan eksposure yang tepat. Mitos seperti ini sudah tentu kurang tepat, untuk tidak dikatakan sama sekali salah, karena pada prinsipnya memotret bukan suatu kegiatan spekulatif, dimana hasil akhirnya nanti bisa di koreksi sekehendak kita.
Mengapa saya katakan begitu?
format RAW adalah format asli seperti “negatif filem” yang dihasilkan oleh sensor setelah melewati prosesor kamera, dimana detil warna dan informasi setting lainnya direkam secara utuh apa adanya. Itu sebabnya disebut RAW, sehingga dimungkinkan untuk melakukan koreksi yang dibutuhkan untuk merubah setting parameternya diluar kamera, untuk dikonversi menjadi “format positif” dalam bentuk file JPEG atau TIFF. Sampai disini jangkauan koreksi atas hasil foto yang direkam dalam format RAW memang menjadi lebih luas dan variatif, karena mampu meliputi whitebalance, exposure, sharpness, contrast, maupun saturation, bahkan RAW file di yakini mempunyai kemampuan “dynamic range” yang lebih baik dibanding “format positif” lainnya.
Namun selalu ada keterbatasan, dimana saat memotret, prosesor kamera tidak sepenuhnya mampu merekam detil yang tidak “terlihat” oleh sensor misalnya “warna putih yang overexposed” atau “hitam yang underexposed” semua itu bisa terlihat dari adanya “spike” di tepi kiri/kanan histogram. Jadi bisa dipastikan overexposure juga menyebabkan warna yang terekam juga lebih terbatas sehingga menghasilkan “Clipping” pada statistik histogram yang menjadi indikasi adanya detil warna yang “hilang”, begitu juga sebaliknya jika terjadi underexposed, dimana bagian shadow yang berwarna hitam pekat tidak memiliki detil sama sekali.
foto underexposed
gambar histogram under exposed, dimana foto kehilangan detil pada bagian
shadow yang direkam oleh prosesor menjadi murni berwarna hitam.
Foto overexposed
Jika histogram menunjukkan clipping pada bagian kanan,
maka detil pada bagian highlight menjadi hilang, dan terlihat sebagai warna putih murni.
Jadi jelas sekali perbedaan antara foto yang di ambil dengan setting yang over/under exposed, akan menghasilkan histogram yang mengandung “clipping”, dengan cara melihat “histogram” yang terdapat pada semua kamera SLR, dan sebagian kamera pocket.
Dengan kata lain, jika ingin melakukan koreksi, tentu saja akan lebih baik menggunakan format RAW, namun saat pengambilan foto hindari tindakan pemotretan secara spekulatif dengan harapan sepenuhnya mengandalkan koreksi digital, karena koreksi digital semacam ini kurang maksimal. Hal ini terjadi karena detil yang hilang pada bagian shadow/highlight tidak dapat tergantikan, karena hanya akan tampil sebagai warna hitam atau putih saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


Always In Demand, Become A High Paying Industrial Product Photographer. We’ll Show You What Equipme

Powerful Landscape Photography.

Discover The Secrets Getting Your Landscape Photos Looking Like Professional Magazine Quality Photographs. Click Here!