Blur atau buram pada hasil foto dihasilkan oleh banyak faktor. Blur bisa diharapkan atau tak diharapkan, tergantung kasus. Blur dapat disebabkan fokus yang tak tepat, kecapatan rana yang tak tepat, atau efek dari apertur yang terlalu lebar.
Dalam bahasan kali ini saya akan membahas tentang blur yang disebabkan oleh kecepatan yang terlalu rendah sehingga blur dapat disebabkan oleh karena goncangan tangan. Diketahui tak selamanya kita dapat menggunakan tripod untuk membuat kamera diam tak bergerak dalam pemotretan kecepatan rendah. Kecepatan rendah terpaksa diambil karena kurangnya cahaya dengan asumsi tanpa menggunakan lampu kilat.
Secara umum, efek gerakan/goncangan tangan dapat dieleminasi dengan setelan kecepatan tinggi pada kamera disesuaikan dengan panjang focal lensa (focal lenght). Contoh… untuk pemotretan dengan lensa 50mm, maka kecepatan rana 1/60 detik akan membebaskan efek blur karena goncangan tangan, dengan asumsi objek tak bergerak. Untuk lensa 300mm, dibutuhkan kecepatan 1/300 detik untuk membebaskan efek blur akibat goncangan tangan. Jika objek bergerak, maka ceritanya lain lagi, dan dibutuhkan kecepatan yang lebih tinggi dari teori diatas.
Pada prakteknya, ada situasi dimana kita tak bisa mencapai kecepatan diatas, tanpa mengakibatkan hasil pemotretan yang gelap. Contohnya pada pemotretan malam atau indoor. Jadi serba salah… untuk mendapatkan cahaya optimal kita harus melambatkan kecepatan rana hingga 1/4.. 1/5.. amat rendah. Butuh trik dan ketrampilan khusus untuk pemotretan kecepatan rendah tanpa tripod. Blur mengintai…
Hubungan antara ISO, Aperture maksimum, dan Stabilizer… pada prinsipnya adalah meningkatkan kecepatan rana baik secara virtual maupun real untuk memerangi blur.
Hubungan umum antara Aperture dan Kecepatan adalah Semakin tinggi bukaan (aperture) semakin tinggi kecepatan yang dibolehkan. Oh ya… dalam tulisan saya ini disepahami bahwa “aperture tinggi” atau “bukaan lebar” berarti nilai F yang rendah. Contohnya f 1.8 lebih tinggi dan lebih lebar ketimbang f 5.6 misalnya. Jadi jika dengan f 5.6 dengan kecepatan 1/100… maka jika f dinaikkan menjadi f 1.8, akan dibolehkan menaikkan lagi kecepatan diatas 1/100. Seberapa naiknya? kita bahas dibawah ini.
ISO
ISO adalah tingkat sensitifitas sensor terhadap cahaya. Semakin tinggi angka ISO, semakin sensitif sensor terhadap cahaya, dan semakin tinggi noise yang mungkin akan dihasilkan. Contoh ISO 100 cocok untuk outdoor dengan cahaya melimpah, dan ISO 1600 dengan noise tinggi digunakan untuk indoor dengan cahaya seadanya. Jika kita menggunakan ISO 100 dalam pemotretan indoor, maka kecepatan rana harus diturunkan agar sensor mendapatkan cahaya dibutuhkan, atau aperture f harus dibuka selebar-lebarnya.
Diketahui dari tulisan diatas dibutuhkan kecepatan tinggi untuk menghindari blur. Dengan menaikkan ISO dibolehkan pula kecepatan rana yang lebih tinggi. Seberapa tinggi ? atau seberapa efektif peningkatan kecepatan rana terhadap kenaikan ISO ?
Dari kamera saya, EOS 350D, dengan setting Av (variable Aperture, auto Speed) dengan Aperture maksimum f 3.5 dengan focal lenght 18mm indoor kondisi kamar saya :-p
ISO Speed
100 1/8
200 1/15
400 1/30
800 1/60
1600 1/125
Dari percobaan diatas didapat bahwa secara umum, kenaikan ISO dua kali mengakibatkan kenaikan kecepatan realistik dua kali pula.
Stabilizer
Stabilizer adalah metoda mengeliminir efek goncangan tangan untuk memerangi blur pada pemotretan kecepatan rendah. Stabilizer ada dua macam, pada lensa dan pada sensor. Masing-masing dengan keunggulan dan kekurangannya, dan masing-masing menjanjikan peningkatan 3-4 klik virtual speed.
Virtual speed ? ya virtual speed adalah tingkat kecepatan “seolah-olah” … Contoh, jika pada kamera tertera 1/30 maka dengan stabilizer ON, didapat performa anti blur, seolah-olah kecepatan meningkat 3 klik, jadi sekitar 1/60 detik. ( klik 1= 1/40 klik 2= 1/50 klik 3= 1/60). Jadi ini semua adalah seolah-olah.. bukan kenyatan.
Stabilizer menjanjikan kenaikan virtual speed 3 klik.
Aperture Maksimum
Aperture atau f adalah kemampuan sebuah lensa meneruskan cahaya. Semakin kecil nilai f semakin tinggi kemampuan lensa tersebut meneruskan cahaya. Jadi untuk cahaya kurang, maka nilai f yang kecil, menandakan “bukaan diafragma besar” amat membantu. Di satu sisi, nilai f max sering di analogikan sebagai kualitas lensa. Ini tak seluruhnya benar, dan diperlukan pengujian-pengujian lebih lanjut.
Lensa-lensa kualitas tinggi sebagian besar memang ditandai dengan nilai f yang kecil, contohnya lensa Leica Elmarit 24mm f 2.8 atau Leica Summilux-M 35mm f 1.4
Tapi tak selamanya juga lensa kualitas tinggi berarti menggunakan angka f rendah. Canon EF 24-105mm L, adalah salah satu diantaranya. Lensa ini cocok untuk pemotretan outdoor dengan cahaya cukup.
Lalu bagaimana kaitan antara nilai f dengan kecepatan rana? Diketahui semakin tinggi nilai f (semakin rendah angkanya) menghasilkan semakin baik lensa tersebut meneruskan cahaya, sehingga dimungkinkan menggunakan kecepatan rana lebih tinggi dibandingkan lensa dengan nilai f rendah. Karena itu lensa dengan nilai f tinggi, sering dikatakan sebagai “fast lenses”. Nilai f diatas 2.8 biasa disebut fast lenses.
Seberapa besar peningkatan kecepatan dengan peningkatan nilai f ? mari kita coba menggunakan lensa standar kamera saya Canon EFS 18-55mm f 3.5-5.6 mengindikasikan f maksimum 3.5.
Dalam kondisi kamar saya dengan ISO 400 didapat peningkatan kecepatan rana sebagai berikut :
Aperture Kecepatan
5.6 1/30
5.0 1/40
4.5 1/50
4.0 1/60
3.5 1/80
Dari percobaan diatas didapat kesimpulan mentah, bahwa secara umum peningkatan aperture 1 klik identik dengan penambahan kecepatan 1 klik pula.
Kesimpulan
Dari ketiga percobaan diatas dalam rangka memerangi blur akibat goncangan tangan dalam pemotretan tanpa tripod dengan kecepatan rendah, dapat diperkirakan, mana yang lebih efektif antara menggunakan ISO tinggi, menggunakan fast lenses, atau menggunakan stabilizer dalam memerangi blur.
ISO tinggi menghasilkan efek samping berupa noise, lensa dengan IS (image stabilizer) atau VC (vibration compensation) berharga lebih mahal ketimbang lensa tanpa IS dan lebih sulit dalam service. Lensa kecepatan tinggi dengan f 2.8 atau lebih tinggi bahkan lebih mahal lagi. Sementara lensa dengan f 2.8 atau lebih tinggi menjanjikan peningkatan kecepatan yang realistik dan optimal.
Solusi termurah adalah melakukan pemotretan dengan ISO tinggi. Teknik ini sering digunakan pada kamera saku. kemampuan rata-rata kamera SLR sudah cukup baik dalam mereduksi noise. Jangan harap hal yang sama dilakukan pada kamera saku.
Solusi tengah, cocok untuk pemotretan outdoor dan travelling, penggunaan IS sangat efektif, terutama pada lensa vario. Pada kondisi objek bergerak, cahaya kurang dan indoor, konsep ini menjadi bodoh, karena mensyaratkan objek diam tak bergerak.
Solusi termahal, cocok untuk pemotretan dengan objek bergerak dan indoor, menggunakan lensa kecepatan tinggi lebih efektif, karena didapat kecepatan rana realistik, dapat menghentikan objek sekaligus menghilangkan blur.
Jika kita dapat menggabungkan dua dari tiga solusi diatas, maka mungkin itulah kemampuan maksimum dalam memerangi bluring yang terjadi akibat goncangan tangan.
Semoga bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar